Rabu, 16 September 2009

55.WIWEKO SOEPONO

Wiweko Soepono lahir di |Blitar pada tanggal 18 januari 1923. Ayahnya bernama Soepono, seorang ambtenar yang berasal dari Banyumas dan ibunya, Boentarmi dari Solo. Lahir dari keluarga yang terpelajar, anak sulung dari… bersaudara ini telah dididik untuk gemar membaca dan gemar dengan berbagai pengetahuan semenjak kecil. Wajar jika Wiweko tumbuh sebagai remaja yang berwawasan luas, rasional dan kritis.
Pada tahun 1936, ia tamat dari ELS (Eupopeessche Lagere School), menyelesaikan pendidikan di HBS ( hoogere Borger School) pada tahun 1941 dan THS ( Technische Hoge School) pada tahun 1942.
Ketika masih bersekolah di ELS, ia pernah menyaksikan sebnuah demonstrasi terbang di Yogyakarta yang membuatnya amat tertarik dengan pesawat.Sejak saat itu ia mengoleksi mainan pesawat mulai dari yang terbuat dari kertas sampai model pesawat mini. Ia terinspirasi pula oleh tokoh-tokoh besar yang memiliki tempat kelahira yang sama dengannya seperti Ir. Soekarno dan Gehrar Fokker, dalam diri wiweko muda tumbuh semangant nasionalis dan kecintaan akan pesawat yang kuat.
Minatnya untuk mengenal pesawat lebih jauh semakin tersah ketika ia bergabung dengan Aero Club ketika bersekolah di HBS Bandung. Bersama dengan teman-teman sekolahnya yang kebanyakan keturunan Belanda seperti Fred Raas, Paul De Kort, Hans Admiral dan Wilem Wijngaard mereka mendirikan pula Klub Penerbangan Remaja Bandung. Sedangkan teman-teman dari dalam negeri sendiri antara lain, beny Notosoebagio, Ario Senosastra, RJ Salatun dan Nurtanio. Ia kemudin paling akrab dengan dua orang teman yang namanya disebutka paling akhir.
Serangan udara Jepang atas Kota Bandung pada bulan maret 1942 yang membuat Belanda menyerah tanpa syarat dalam perundingan di Kalijati tanggal 8 maret 1942 sangat menggugah pemikiran Wiweko akan pentingnya kekuatan militer udara pada sebuah negara.
Kekuasaan Belanda di Indonesia pun berakhir. Pada tanggal 19 maret 1943 ia dterima bekerja di Balai Besar Oeroesan Goedang di Bandung. Di sini Wiweko merasa bekerja pada pemerintahan Jepang amat bertentangan dengan jiwa nasionalisnya karena ternyata “saudara tua” dari Asia Timur itu terbukti ingin menguasai ekonomi rakyat, tidak ada bedanya dengan penjajah Belanda. Akhirnya Wiweko mengajukann permohonan untuk keluar dari tempat kerjanya dan mendirikan koperasi student dengan tujuan membantu teman-temannya yang kesulitan biaya sekolah.
Gaung proklamasi kemerdekaan baru sampai ke Bandung sehari setelah proklamasi yakni tanggal 18 agustus 1945. Ini membuat Wiweko dan kawan-kawannya berinisiatif untuk merebut Pangkalan Udara Andir yang saat itu dikuasai Jepang. Andir dapat direbut beserta pesawat-pesawat tempur yang ada di sana, namun setelah datangnya Sekutu, pemerintah Indonesia selanjutnya menyerahkan pangkalan udara teserbut ke tangan Sekutu dengan tujuan kedaulatan negara Indonesia dapat diakui.
Pembentukan kekuatan udara militer Indonesia TKRO ( tentara Keamanan Rakyat Oedara) di Yogyakarta pada tanggal 18 september 1945 sangat menarik minat Wiweko muda untuk bergabung. Setelah diterima di TKRO jawatan penerbangan, Wiweko diangkat sebagai pemimipin bagian rencana, konstruksi dan propaganda. Setelah TKRO berubah nama menjadi TRI-AO ( Tentara Repoeblik Indonesia Bagian Oedara) yang kemudian menjadi AORI ( Angkatan Oedara Repoeblik Indonesia) dengan Soeryadi Soeryadarma sebagai kepala staf, Wiweko ditetapkan dengan pangkat Opsir Oedara III ( kapten udara) dan ditempatka di Pangkalan Oedara Maospati Madioen.
Mulailan Wiweko bekerja untuk negaranya. Bersama dengan sahabat karibnya, Nurtanio Pringgoadisuryo, wiweko merancang-bangun sebuah pesawat glider yang diberi nama NWG-1 ( noertanio Wiweko Glider). Menjelang akhir tahun 1946, mereka telah berhasil membuat 6 buah glider. Pesawat-pesawt ini sendiri selanjutnya digunakan untuk menyeleksi da melatih 20 calon kadet penerbang yanga kan dikirim ke Sekolah Penmerbang di India.

Merasa bahwa AORi membutuhkan pesawat angkut, Wiweko dan temannya, RJ Salatun memodifikasi berbagai pesawat yang berhasil direbut dari tangan Jepang misalnya dengan memasang mesin Nakajima Sakai pada pesawat pemburu Bristol Blenheim MK IV yang diberi nama Sakai Blenheim selanjutnya berubah nama menjadi Indonesia Suhanda. Wiweko juga mengadakan penambahan kursi pada pesawat pemburu Jepang, Guintei disamping terus membangun sebuah pesawat bersayap kayu dengan rangka besi, berpendorong Mesin harley Davidson 750 CC 20 tenaga kuda yang diberi nama Wiweko Experimental Light Plane ( WEL-1-RI-X). Sayang, pesawat bermesin pertama buatan anak bangsa ini mengalami kerusakan akibat kebakaran saat diangku dari Yogya ke madiun seusai dipamerkan pada Presiden Soekarno.
Wiweko adalah pemeran penting dalam urusan pembelian pesawat Dakota RI-001 Seulawah untuk pemerintah Indonesia di Rangoon Myanmar seharga $ 138.000 ( strait dollars). Pesawat tersebut tiba di Yogyakarta pada akhir oktober 1948 dengan resiko tertembak Belanda yang sementara itu sedang memblokade wilayah udara Indonesia. Seulawah yang biaya pembeliannya atas bantuan sumbangan para saudagar Aceh ini kemudian digunakan sebagai modal mendirikan Indonesian airways, maskapai penerbangan nasianal pertama yang beroperasi sebagai sebagai pesawat carter pemerintah Burma sebab di dalam negeri sendiri blokade penerbangan oleh Belanda semakin menjadi-jadi. Pesawat-pesawat pemerintah RI lainnya bahkan ada yang ditahan dan ditembak jatuh.
Beroperasi di luar negeri, Indonesian Airways tetap eksis dengan Wiweko sebagai general managernya. Selain digunakan sebagai pesawat carter angkut tentara untuk membasmi pemberontak suku Karen, sebagai pengangkut kargo atau pos, Seulawah dioperasikan pula untuk menyelundupkan persenjataan bagi pejuang-pejuang di dalam negeri, tentunya dengan resiko tertembak oleh musuh. Berkat ketabahan dan keuletan para kru, uang yang diperoleh untuk menambah jumlah pesawat hingga menjadi enam buah. Tiga buah diantaranya untuk Indonesian Airways.
Indinesian airways ditutup pada bulan maret 1950 dan Wiweko kembali ke tanah air untu bergabung kembali dengan AURI serta membesarkan maskapai penerbangan nasional Indonesia, Garuda Indonesia Airways yang didirikan pada bekerja sama dengan maskapai penerbangan Belanda, KLM dalam rangka serah terima asset belanda yang ada di Indonesia sesuai Konferensi Meja Bundar. Di tangan Wiweko Garuda Indonesian Airways berkembang pesat bahkan pada tahun 1980, Garuda menjadi maskapai terbesar kedua di Asia di bawah JAL, Jepang.
Pada tahun 1977, Wiweko menggagas desain kokpit FFCC ( Forward Facing Crew Cockpit) untuk pesawat Airbus A-300-B4, yakni desain kokpit yang meniadakan flight engineer. Sebelum itu kokpit pesawat ini diisi oleh 3 orang kru, Kapten Pilot, Co-Pilot, dan flight engineer.
Gagasan menarik ini membuat industri pesawat Airbus memberi predikat kehormatan pada Wiweko sebagai “Bapak Two man Crew Cockpit”. Tetapi Wiweko menolak ketika Perusahaan Airbus ingin menamakan kokpit tersebut dengan nama “Wiweko Cockpit”. Dengan rendah hati ia menyarankan agar kokpit tersebut dinamakan saja “Garuda Cockpit”. Atas jasa-jasanya, Wiweko Soepono dianugerahi berbagai bintang penghargaan antara lain, Bintang Gerilya, Bintang Swa Bhuwana Paksa Pratama, dan Bintang Mahaputra Pradana.
Wiweko Soepono, founding fathers perintis penerbangan komersil berprestasi dari tanah air ini meninggal pada tanggal 8 september 2000 dan dimakamkan di Taman pemakaman Umum Jurut Cipete, Jakarta Selatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar